Sabtu, 28 November 2009

ABORSI - dalam Pandangan Islam

     Hingga saat ini pandangan masyarakat tentang aborsi masih bersifat mendua. Ada yang beranggapan menerima terhadap aborsi dan ada juga yang menolak terhadap aborsi, tentunya dengan beragam alasan. Sebagian masyarakat menerima aborsi karena terjadinya kehamilan yang tidak dikehendaki akibat perkosaan atau dengan alasan medis-psikologis kuat. Sedangkan sebagian masyarakat menolak aborsi dengan alasan moral, apalagi kaidah agama yang harus tetap ada untuk mengatur kehidupan manusia.

     Terlepas dari adanya sikap penerimaan maupun sikap penolakan yang saling bertentangan tesebut, pada kenyataannya tidak dapat dipungkiri bahwa jumlah klien yang melakukan aborsi dengan datang ke klinik, rumah sakit, dokter pribadi, bidan maupun dukun untuk meminta pelayanan aborsi masih sering kita dengar dengan jumlah yang besar

     Dampak dari aborsi yang dilakukan, tentu yang paling menderita adalah perempuan sebagai orang yang menjadi korban dari fungsi reproduksi yang tidak terencana. Dampak yang menimpa tidak hanya fisik maupun psikis tetapi juga sosial yakni stigmatisasi dari masyarakat. Dampak secara fisik; pelaku aborsi akan mengalami pendarahan dan harus mendapat perawatan dokter di rumah sakit. Akibat pendarahan yang hebat tersebut tidak jarang berakhir dengan kematian. WHO memperkirakan 10-50% kematan ibu akibat abortus. Angka kematian ibu di Indonesia sebesar 73 per seratus ibu kelahiran hidup. Berarti setiap seratus kelahiran hidup 37-186 orang diantaranya mati sia-sia karena aborsi, 187 orang sisanya meninggal karena sebab lain. Secara psikis; pelaku aborsi akan menerima beban mental berupa dihantui rasa berdosa, ketakutan serta penyesalan. Dan secara sosial pelaku aborsi akan menerima hukuman berupa kehidupan yang terisolir dari komunitasnya serta stigmatisasi dari masyarakat yang kadang-kadang cenderung menyalahkan korban.

     Pandangan masyarakat tersebut jika dianalisa akan berakar pada persoalan gender, karena kenyataannya yang mengalami dan menjalani aborsi adalah perempuan. Terkadang sosok laki-laki tidak tampak sama sekali, padahal dalam proses kehamilan pastisipasi laki-laki sama dengan perempuan. Walaupun secara fisik perempuanlah yang mengalami kehamilan, perempuan juga yang meminta aborsi, namun yang harus bertanggung jawab adalah pasangan suami isteri dan tidak hanya dibebankan kepada perempuan saja.


     Permasalahan Aborsi.
    Banyaknya kasus aborsi yang terjadi dalam masyarakat tidak terlepas dari adanya partisipasi dari peran perempuan dan laki-laki, terutama ketika masa remaja. Terlepas dari adanya sifat yang mendua antara menerima dan menolak aborsi, tidak dapat dipungkiri jumlah klien yang mendatangi klinik, rumah sakit, dokter pribadi maupun dukun untuk meninta layanan aborsi tidak dapat berkurang. Menurut Dra. Budi Wahyuni, MM, MA dari PKBI Jogjakarta: “Dari 3.889 klien, sebagian besar orang berstatus menikah. Hanya 359 orang atau 9,23% dari jumlah total klien pada tahun 2000 masih remaja (belum menikah)”. Oleh karena itu dengan banyaknya kasus-kasus aborsi yang terjadi dalam masyarakat menimbulkan beberapa masalah diantaranya mengapa aborsi terjadi serta faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya aborsi?

     Menurut Jhon M. Echols dan Hasan Shadily dalam Kamus Inggris – Indonesia aborsi diserap dari bahasa Inggris yaitu abortion yang berasal dari bahasa Latin yang berarti menggugurkan kandungan atau keguguran. Sedangkan pengertian aborsi menurut perspektif kedokteran atau medis, yaitu penghentian kehamilan setelah tertanamnya telur yang telah dibuahi dalam rahim sebelum umur janin mencapai 20 minggu.

     Menurut RA Silverman, melihat adanya sejumlah kelompok yang rentan menjadi korban kejahatan. Salah satunya korban berdasarkan ciri biologis seperti janin, anak dan orang tua. Sedangkan menurut jenisnya aborsi dibagi dua, yaitu;
1. aborsi secara sepontan; aborsi yang terjadi secara alamiah baik sebab tertentu maupun karena sebab tertentu seperti penyakit, virus toxoplasma, anemia, semam yang tinggi maupun karena kecelakaan.

2. aborsi yang disengaja; aborsi yang tejadi secara sengaja karena sebab-sebab tertentu dan memiliki konsekuensi hukum yang jenis hukumannya tergantung faktor yang melatarbelakanginya.


     Analisis Permasalahan.
    Adanya perbedaan pendapat antara yang menerima dan menolak aborsi merupakan salah satu hal yang sering menjadi pembicaraan banyak orang dalam masyarakat. Aborsi yang terjadi akibat adanya kelainan-kelainan yang dialami perempuan karena berkaitan dengan kesehatan reproduksi mungkin dari perspektif hak asasi manusia maupun hukum tidak akan menimbulkan permasalahan. Adanya kelainan kesehatan reproduksi karena keputusan medis menyebabkan seorang perempuan terpaksa harus melakukan aborsi. Pengakhiran kehamilan harus dilakukan berdasarkan alasan bahwa kehamilan yang terjadi membahayakan ibunya atau alasan kondisi janin cacat sehingga seorang perempuan tidak mampu lagi mempertahankan kehamilannya karena adanya puutusan dokter terhadap kesehatan dan keselamatan nyawa ibunya atau bayinya. Jenis aborsi tersebut secara hukum dibenarkan karena dilakukan atas adanya pertimbangan medis, dokter atau tenaga kesehatan mempunyai hak untuk melakukan aborsi dengan menggunakan pertimbangan demi menyelamatkan ibu hamil atau janinnya. Berdasarkan pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992, tindakan medis (aborsi) sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta pertimbangan tim ahli. Tindakan aborsi tersebut harus mendapat persetujuan dari ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya. Hal tersebut menunjukkan bahwa aborsi yang dilakukan bersifat legal atau dapat dibenarkan dan dilindungi secara hukum dan segala perbuatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap hak reproduksi perempuan bukan merupakan suatu tindak pidana atau kejahatan.

     Selain itu larangan dan ancaman hukuman pidana bagi pelaku aborsi dinyatakan pula dalam KUHP pasal 346 – 349, salah satu pasal dalam KUHP tersebut berbunyi; Pasal 346, “Seorang wanita yang sengaja menggugurkan kandungan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam paling lama empat tahun”. Sedangkan Pasal 348 ditujukan kepada petugas yang melakukan aborsi, pasal tersebut berbunyi, “Barang siapa dengan sengaja menggugurkan kandungan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan”.

     Berbeda dengan aborsi yang dilakukan tanpa adanya pertimbangan medis, aborsi tersebut dikatakan illegal serta tidak dapat dibenarkan secara hukum. tindakan aborsi ini dikatakan sebagai tindak pidana atau tindak kejahatan karena KUHP mengkualifikasikan perbuatan aborsi tersebut sebagai kejahatan terhadap nyawa. Dilihat dari aspek hak asasi manusia bahwa setiap orang berhak untuk hidup maupun untuk mempertahankan hidupnya sehingga pengakhiran kehamilan atau aborsi dapat dikualifikasikan sebagai tindakan yang melanggar hak asasi manusia. Menurut hukum agama Islam (Fiqih), hukum dasar aborsi dilarang atau haram. Alasannya, nuthfah berasal dari pertemuan sperma dengan ovum merupakan awal kehidupan. Segala aktifitas yang bertujuan menggagalkan kehidupan nuthfah dianggap sama dengan menghilangkan kehidupan kecuali ada sebab-sebab yang dibenarkan secara syar’i.

      Hal-hal tersebut di atas menunjukkan adanya masyarakat yang menerima dan menolak tindakan aborsi. Tindakan aborsi tidak dapat dilihat dari faktor medis saja namun ada faktor sosial lain yang melingkupinya. Persoalan nilai serta moral dalam kehidupan bermasyarakat tidak hanya dialami oleh remaja yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan, melainkan juga mereka yang berstatus menikah. Masa remaja merupakan masa peralihan, oleh karena itu sesuai dengan perkembangan hormonal maupun perkembangan psikologisnya merupakan masa transisi yang penuh gejolak sehingga seringkali tidak dapat menahan diri untuk melakukan hal-hal yang tidak diinginkan oleh masyarakat, seperti kehamilan di luar nikah. Kehamilan di luar nikah atau kehamilan yang tidak diinginkan pada remaja dapat memicu terjadinya pengguguran kandungan atau aborsi.

     Lain halnya aborsi yang dilakukan oleh mereka yang berada pada kalangan yang berstatus menikah, biasanya terkait dengan permasalahan ekonomi. Faktor ekonomi seringkali mendasari keinginan untuk melakukan aborsi, faktor lainnya adalah akibat gagal KB, jumlah anak yang sudah terlalu banyak, anak-anak yang sudah terlalu besar serta merasa malu kalau hamil lagi. Menurut Dra. Budi Wahyuni, MM, MA dari PKBI Jogjakarta: “Diantara faktor penyebab itu faktor ekonomi yang paling banyak disebut klien. Faktor ekonomi merupakan faktor yang paling menonjol terutama pada kasus kehamilan yang tidak diinginkan.” Oleh karena banyak faktor yang menyebabkan seseorang untuk melakukan aborsi. Namun semua itu tergantung dari perilaku, moral, tanggung jawab serta nilai-nilai yang dimiliki seseorang bukan dari siapa-siapa. Jika ingin tetap berada di atas nilai, moral adat maupun agama maka itulah sebagai jalan yang terbaik.

      Pada kenyataannya tidak semua kehamilan tidak diinginkan merupakan hasil hubungan di luar nikah. Banyak melakukan aborsi karena kegagalan alat kontrasepsi, kondisi kesehatan, kemiskinan, jarak yang terlalu dekat antara anak sebelumnya serta karena perkosaan dan lain-lain merupakan faktor-faktor penyebab terjadinya aborsi. Mereka terpaksa melakukan tindakan aborsi karena tidak ada dokter yang mau menolong atau adanya dokter yang takut didera hukuman pidana atau dianggap melakukan tindakan kriminal yakni pembunuhan janin. Sehingga pada akhirnya mereka diam-diam melakukan sendiri atau mendatangi dukun, padahal seringkali mereka mengetahui dampak yang dilakukannya tersebut berbahaya. Hal lain juga menimbulkan stigma masyarakat terhadap pelaku aborsi yakni dianggap tidak bermoral, bayi yang dikandungnya merupakan hasil hubungan gelap atau hubungan di luar nikah.


     Sekilas Fakta Aborsi
    Aborsi secara umum adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) sebelum buah kehamilan tersebut mampu untuk hidup di luar kandungan. (JNPK-KR, 1999) (www.jender.or.id) Secara lebih spesifik, Ensiklopedia Indonesia memberikan pengertian aborsi sebagai berikut: “Pengakhiran kehamilan sebelum masa gestasi 28 minggu atau sebelum janin mencapai berat 1.000 gram.” Definisi lain menyatakan, aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Aborsi merupakan suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh (Kapita Seleksi Kedokteran, Edisi 3, halaman 260).

    Dalam dunia kedokteran dikenal 3 macam aborsi, yaitu:
1. Aborsi Spontan/ Alamiah atau Abortus Spontaneu, berlangsung tanpa tindakan apapun. Kebanyakan disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma.
2. Aborsi Buatan/ Sengaja atau Abortus Provocatus Criminalis, adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram sebagai suatu akibat tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi (dalam hal ini dokter, bidan atau dukun beranak).
3. Aborsi Terapeutik/ Medis atau Abortus Provocatus Therapeuticum, adalah pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medik. Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang dan tidak tergesa-gesa (www.genetik2000.com).

    Pelaksanaan aborsi adalah sebagai berikut. Kalau kehamilan lebih muda, lebih mudah dilakukan. Makin besar makin lebih sulit dan resikonya makin banyak bagi si ibu, cara-cara yang dilakukan di kilnik-klinik aborsi itu bermacam-macam, biasanya tergantung dari besar kecilnya janinnya.

1. Aborsi pada kehamilan muda (dibawah 1 bulan)
   Pada kehamilan muda, dimana usia janin masih sangat kecil, aborsi dilakukan dengan cara menggunakan alat penghisap (suction). Sang anak yang masih sangat lembut langsung terhisap dan hancur berantakan. Saat dikeluarkan, dapat dilihat cairan merah berupa gumpalan-gumpalan darah dari janin yang baru dibunuh tersebut.

2. Aborsi pada kehamilan lebih lanjut (1-3 bulan)
   Pada tahap ini, dimana janin baru berusia sekitar beberapa minggu, bagian-bagian tubuhnya mulai terbentuk. Aborsi dilakukan dengan cara menusuk anak tersebut kemudian bagian-bagian tubuhnya dipotong-potong dengan menggunakan semacam tang khusus untuk aborsi (cunam abortus). Anak dalam kandungan itu diraih dengan menggunakan tang tersebut, dengan cara menusuk bagian manapun yang bisa tercapai. Bisa lambung, pinggang, bahu atau leher. Kemudian setelah ditusuk, dihancurkan bagian-bagian tubuhnya. Tulang-tulangnya di remukkan dan seluruh bagian tubuhnya disobek-sobek menjadi bagian kecil-kecil agar mudah dikeluarkan dari kandungan.

3. Aborsi pada kehamilan lanjutan (3 sampai 6 bulan)
   Pada tahap ini, bayi sudah semakin besar dan bagian-bagian tubuhnya sudah terlihat jelas. Jantungnya sudah berdetak, tangannya sudah bisa menggenggam. Tubuhnya sudah bisa merasakan sakit, karena jaringan syarafnya sudah terbentuk dengan baik. Aborsi dilakukan dengan terlebih dahulu membunuh bayi ini sebelum dikeluarkan. Pertama, diberikan suntikan maut (saline) yang langsung dimasukkan kedalam ketuban bayi. Cairan ini akan membakar kulit bayi tersebut secara perlahan-lahan, menyesakkan pernafasannya dan akhirnya setelah menderita selama berjam-jam sampai satu hari bayi itu akhirnya meninggal. Selama proses ini dilakukan, bayi akan berontak, mencoba berteriak dan jantungnya berdetak keras.

4. Aborsi pada kehamilan besar (6 sampai 9 bulan)
   Pada tahap ini, bayi sudah sangat jelas terbentuk. Wajahnya sudah kelihatan, termasuk mata, hidung, bibir dan telinganya yang mungil. Jari-jarinya juga sudah menjadi lebih jelas dan otaknya sudah berfungsi baik. Untuk kasus seperti ini, proses aborsi dilakukan dengan cara mengeluarkan bayi tersebut hidup-hidup, kemudian dibunuh. Cara membunuhnya mudah saja, biasanya langsung dilemparkan ke tempat sampah, ditenggelamkan ke dalam air atau dipukul kepalanya hingga pecah. Sehingga tangisannya berhenti dan pekerjaan aborsi itu selesai. Selesai dengan tuntas hanya saja darah bayi itu yang akan mengingatkan orang-orang yang terlibat didalam aborsi ini bahwa pembunuhan keji telah terjadi.


     Resiko bagi perempuan yang melakukan aborsi :


1. Kematian perempuan karena aborsi jauh lebih besar dari kematian ibu akibat melahirkan atau bersalin secara normal

2. Perempuan yang melakukan aborsi dengan latar belakang criminal biasanya banyak pertimbangan, akibatnya dirinya jadi serba salah dan putus asa.

3. Perempuan yang melakukan aborsi akan mengalami gangguan kejiwaan seperti stres pascatrauma aborsi.


     Aborsi dan Solusi

1. Pendidikan agama sejak dini diberikan agar anak kelak bisa memasuki masa remaja atau dewasa muda sudah memiliki pengetahuan bahwa perzinaan dan seks bebas adalah haram dan melakukannya adalah dosa.

2. Dalam islam tidak dikenal dengan istikal pacaran, yang ada sebatas perkenalan. Selama ini pun baik laki-laki dan perempuan tidak boleh berduaan karena dikhawatirkan pihak ketiganya adalah setan yang menggoda untuk berbuat zina.

3. Bila terjadi juga (hamil di luar nikah) sebaiknya remaja tersebut dinikahkan, bila tidak mungkin dapat diteruskan hingga melahirkan dan bayinya bisa dirawat sendiri atau oleh orang lain.

4. Orang tau dan semua tatanan masyarakat menciptakan tatanan kehidupan yang religius.

5. Adanya penyuluhan kepada masyarakat terutama kepada remaja.

6. Kepada mereka yang melakukan aborsi dikenakan sanksi hukum yang berat sesuai undang-undang yang berlaku dan juga bertaubat kepada Allah SWT.

7. Organisasi profesi seperti IDI dan POGI (Perhimpunan Obstetri Ginekologi Indonesia) hendaknya dapat menertibkan para anggotanya yang melakukan tindak aborsi.


     Prof. Dr. dr. H. Dadang Hawari, Psikiater. Aborsi Dimensi Psikoreligi. 2006, Jakarta FK UI
.Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat." (QS.Al-Baqarah228).

     Dan janganlah engkau berusaha menggugurkan dan berlepas diri dari kandungan yang ada dalam rahim itu dengan cara apapun, karena Allah telah memberikan keringanan atasmu dengan tidak mengerjakan shaum di Bulan Ramadhan, jika shaum itu menyusahkanmu saat hamil dan membahayakan kandunganmu.

     Sesungguhnya praktek aborsi yang tersebar luas di zaman ini adalah tindak perbuatan yang diharamkan. Dan jika memang bayi yang ada dalam kandungan itu telah ditiupkan ruh, kemudian mati akibat aborsi, maka hal itu termasuk pembunuhan jiwa tanpa alasan yang benar yang diharamkan oleh Allah, selanjutnya karena perbuatan itu ia akan menerima hukum - hukum jinayat dengan kewajiban membayar diyat (denda) secara detail sesuai ukuran kejahatannya.

     Menurut sebagian para Imam, wajib membayar kaffarah (tebusan), yaitu dengan memerdekakan seorang budak yang beriman dan jika tidak mendapatkannya, maka hendaklah ia shaum 2 bulan berturut - turut. Sebagian ulama menamakan perbuatan aborsi ini dengan Al-Mau'udah Ash-Sughraa (pembunuhan kecil).

     Syaikh Muhammad bin Ibrahim Rahimahullah berkata dalam Majmu' Fatawa-nya 11/151, "Adapun usaha untuk menggugurkan kandungan adalah tidak boleh selama belum jelas bayi dalam kandungan itu mati, akan tetapi jika bayi tersebut jelas mati maka boleh melakukan pengguguran."

     Majlis Kibarul Ulama (MUI-nya Kerajaan Saudi Arabia) no. 140 tanggal 20 Jumadil Akhir 1407 telah menetapkan sebagai berikut:

1.Tidak boleh melakukan aborsi dengan jalan apapun kecuali dengan cara yang baik yang dibenarkan oleh syar'i, itupun dalam batas yang sangat sempit.

2.Jika kandungan itu masih dalam putaran pertama (selama 40 hari) lalu ia melakukan pengguguran pada masa ini karena khawatir mengalami kesulitan dalam mendidik anak - anak atau khawatir tidak bisa menanggung beban hidup dan pendidikan mereka atau dengan alasan mencukupkan dengan beberapa anak saja, maka semua itu tidak dibenaran oleh syariat.

3.Tidak boleh melakukan aborsi, jika kandungan telah membentuk 'alaqah (segumpal darah) atau mudghah (segumpal daging) sampai ada keputusan dari team dokter yang tsiqah (terpercaya) bahwa melanjutkan kehamilan akan membahayakan keselamatan ibunya, maka melakukan pengguguran dibolehkan, setelah segala macam usaha untuk menghindari bahaya bagi sang Ibu dilakukan (dan tidak ada jalan yang harus dilakukan selain aborsi itu).

4.Setelah putaran yang ketiga yaitu setelah usia kandungan genap 40 hari, maka tidak halal melakukan pengguguran sehingga ada pernyataan dari team dokter spesialis yang terpercaya bahwa jika janin itu dibiarkan dalam perut ibu akan menyebabkan kematiannya. Hal ini dibolehkan setelah segala macam usaha untuk menjaga kehidupan janin dilakukan. Ini hanya rukhsah (keringanan/kebolehan) yang bersyarat karena menghadapi dua bahaya, sehingga harus mengambil jalan yang lebih maslahat.

     Majlis Kibarul Ulama ketika menetapkan keputusan ini mewasiatkan untuk bertaqwa kepada Allah dan memilih prinsip yang kuat dalam hal ini. Semoga Allah memberi taufiq, dan shalawat serta salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa Sallam, para keluarga dan shahabatnya Radliyallahu 'anhum.

    Disebutkan dalam Risalah Fiddima'ith-Thabi'iyah lin nisa'i oleh Syaikh Muhammad bin Utsaimin, "Sesungguhnya jika pengguguran kandungan itu untuk melenyapkan keberadaannya, sementara ruh telah ditiupkan pada bayi maka hal itu haram tanpa keraguan, karena telah membunuh jiwa tanpa alasan yang benar. Dan membunuh jiwa yang diharamkan membunuhnya adalah haram menurut Al-Qur'an, sunnah dan Ijma' ."

     Imam Ibnu Jauzi menyebutkan dalam kitab Ahkaamun Nisa' halaman 108-109 : Biasanya yang diinginkan seseorang dalam menikah adalah untuk mendapatkan anak, tetapi tidak setiap "air" itu menjadi seorang anak, maka apabila air itu terbentuk, berarti tercapailah maksud pernikahan. Maka sengaja melakukan aborsi adalah menyelisihi maksud dari hikmah nikah. Adapun pengguguran yang dilakukan di awal - awal mengandung saja sebelum ruh ditiupkan adalah termasuk dosa besar, hanya saja hal itu lebih kecil dosanya dibandingkan menggugurkan bayi yang telah ditiupkan ruh. Maka kesengajaan menggugurkan bayi yang telah ditiupkan ruh itu berarti sama dengan membunuh seorang mukmin. Allah berfirman : "Apabila bayi - bayi perempuan yang dikubur hidup - hidup ditanya, karena dosa apakah ia dibunuh ?" (QS. At-Takwir : 8-9).


     Aborsi Menurut Hukum Islam
    Dr. Abdurrahman Al Baghdadi (1998) dalam bukunya Emansipasi Adakah Dalam Islam halaman 127-128 menyebutkan bahwa aborsi dapat dilakukan sebelum atau sesudah ruh (nyawa) ditiupkan. Jika dilakukan setelah setelah ditiupkannya ruh, yaitu setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan, maka semua ulama ahli fiqih (fuqoha) sepakat akan keharamannya. Tetapi para ulama fiqih berbeda pendapat jika aborsi dilakukan sebelum ditiupkannya ruh. Sebagian memperbolehkan dan sebagiannya mengharamkannya. Yang memperbolehkan aborsi sebelum peniupan ruh, antara lain Muhammad Ramli (w. 1596 M) dalam kitabnya An Nihayah dengan alasan karena belum ada makhluk yang bernyawa. Ada pula yang memandangnya makruh, dengan alasan karena janin sedang mengalami pertumbuhan. Yang mengharamkan aborsi sebelum peniupan ruh antara lain Ibnu Hajar (w. 1567 M) dalam kitabnya At Tuhfah dan Al Ghazali dalam kitabnya Ihya` Ulumiddin. Bahkan Mahmud Syaltut, mantan Rektor Universitas Al Azhar Mesir berpendapat bahwa sejak bertemunya sel sperma dengan ovum (sel telur) maka aborsi adalah haram, sebab sudah ada kehidupan pada kandungan yang sedang mengalami pertumbuhan dan persiapan untuk menjadi makhluk baru yang bernyawa yang bernama manusia yang harus dihormati dan dilindungi eksistensinya. Akan makin jahat dan besar dosanya, jika aborsi dilakukan setelah janin bernyawa, dan akan lebih besar lagi dosanya kalau bayi yang baru lahir dari kandungan sampai dibuang atau dibunuh (Masjfuk Zuhdi, 1993, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, halaman 81; M. Ali Hasan, 1995, Masail Fiqhiyah Al Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam, halaman 57; Cholil Uman, 1994, Agama Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad Modern, halaman 91-93; Mahjuddin, 1990, Masailul Fiqhiyah Berbagai Kasus Yang Yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini, halaman 77-79).

     Pendapat yang disepakati fuqoha, yaitu bahwa haram hukumnya melakukan aborsi setelah ditiupkannya ruh (empat bulan), didasarkan pada kenyataan bahwa peniupan ruh terjadi setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan. Abdullah bin Mas’ud berkata bahwa Rasulullah Saw telah bersabda:
      “Sesungguhnya setiap kamu terkumpul kejadiannya dalam perut ibumu selama 40 hari dalam bentuk ‘nuthfah’, kemudian dalam bentuk ‘alaqah’ selama itu pula, kemudian dalam bentuk ‘mudghah’ selama itu pula, kemudian ditiupkan ruh kepadanya.” [HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad, dan Tirmidzi]. Maka dari itu, aborsi setelah kandungan berumur 4 bulan adalah haram, karena berarti membunuh makhluk yang sudah bernyawa. Dan ini termasuk dalam kategori pembunuhan yang keharamannya antara lain didasarkan pada dalil-dalil syar’i berikut.

      Firman Allah SWT :
      “Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena kemiskinan. Kami akan memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu.” (Qs. al-An’aam [6]: 151)

      “Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut miskin. Kami akan memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu.” (Qs. al-Isra` [17]: 31).

      “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan (alasan) yang benar (menurut syara’).” (Qs. al-Isra` [17]: 33).

      “Dan apabila bayi-bayi yang dikubur hidup-hidup itu ditanya karena dosa apakah ia dibunuh.” (Qs. at-Takwiir [81]: 8-9)

     Berdasarkan dalil-dalil ini maka aborsi adalah haram pada kandungan yang bernyawa atau telah berumur 4 bulan, sebab dalam keadaan demikian berarti aborsi itu adalah suatu tindak kejahatan pembunuhan yang diharamkan Islam. Adapun aborsi sebelum kandungan berumur 4 bulan, seperti telah diuraikan di atas, para fuqoha berbeda pendapat dalam masalah ini. Akan tetapi menurut pendapat Syaikh Abdul Qadim Zallum (1998) dan Dr. Abdurrahman Al Baghdadi (1998), hukum syara’ yang lebih rajih (kuat) adalah sebagai berikut. Jika aborsi dilakukan setelah 40 (empat puluh) hari, atau 42 (empat puluh dua) hari dari usia kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan janin, maka hukumnya haram. Dalam hal ini hukumnya sama dengan hukum keharaman aborsi setelah peniupan ruh ke dalam janin. Sedangkan pengguguran kandungan yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa. (Abdul Qadim Zallum, 1998, Beberapa Problem Kontemporer Dalam Pandangan Islam: Kloning, Transplantasi Organ, Abortus, Bayi Tabung, Penggunaan Organ Tubuh Buatan, Definisi Hidup dan Mati, halaman 45-56; Dr. Abdurrahman Al Baghdadi, 1998, Emansipasi Adakah Dalam Islam, halaman 129 ). Dalil syar’i yang menunjukkan bahwa aborsi haram bila usia janin 40 hari atau 40 malam adalah hadits Nabi Saw berikut:
      “Jika nutfah (gumpalan darah) telah lewat empat puluh dua malam, maka Allah mengutus seorang malaikat padanya, lalu dia membentuk nutfah tersebut; dia membuat pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulang belulangnya. Lalu malaikat itu bertanya (kepada Allah), ‘Ya Tuhanku, apakah dia (akan Engkau tetapkan) menjadi laki-laki atau perempuan?’ Maka Allah kemudian memberi keputusan…” [HR. Muslim dari Ibnu Mas’ud r.a.].

    Dalam riwayat lain, Rasulullah Saw bersabda: “(jika nutfah telah lewat) empat puluh malam…”
Hadits di atas menunjukkan bahwa permulaan penciptaan janin dan penampakan anggota-anggota tubuhnya, adalah sete¬lah melewati 40 atau 42 malam. Dengan demikian, penganiayaan terhadapnya adalah suatu penganiayaan terhadap janin yang sudah mempunyai tanda-tanda sebagai manusia yang terpelihara darahnya (ma’shumud dam). Tindakan penganiayaan tersebut merupakan pembunuhan terhadapnya. Berdasarkan uraian di atas, maka pihak ibu si janin, bapaknya, ataupun dokter, diharamkan menggugurkan kandungan ibu tersebut bila kandungannya telah berumur 40 hari. Siapa saja dari mereka yang melakukan pengguguran kandungan, berarti telah berbuat dosa dan telah melakukan tindak kriminal yang mewajibkan pembayaran diyat bagi janin yang gugur, yaitu seorang budak laki-laki atau perempuan, atau sepersepuluh diyat manusia sempurna (10 ekor onta), sebagaimana telah diterangkan dalam hadits shahih dalam masalah tersebut. Rasulullah Saw bersabda : “Rasulullah Saw memberi keputusan dalam masalah janin dari seorang perempuan Bani Lihyan yang gugur dalam keadaan mati, dengan satu ghurrah, yaitu seorang budak laki-laki atau perempuan…” [HR. Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah r.a.] (Abdul Qadim Zallum, 1998). Sedangkan aborsi pada janin yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa. Ini disebabkan bahwa apa yang ada dalam rahim belum menjadi janin karena dia masih berada dalam tahapan sebagai nutfah (gumpalan darah), belum sampai pada fase penciptaan yang menunjukkan ciri-ciri minimal sebagai manusia. Di samping itu, pengguguran nutfah sebelum menjadi janin, dari segi hukum dapat disamakan dengan ‘azl (coitus interruptus) yang dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kehamilan. ‘Azl dilakukan oleh seorang laki-laki yang tidak menghendaki kehamilan perempuan yang digaulinya, sebab ‘azl merupakan tindakan mengeluarkan sperma di luar vagina perempuan. Tindakan ini akan mengakibatkan kematian sel sperma, sebagaimana akan mengakibatkan matinya sel telur, sehingga akan mengakibatkan tiadanya pertemuan sel sperma dengan sel telur yang tentu tidak akan menimbulkan kehamilan.

     Rasulullah Saw telah membolehkan ‘azl kepada seorang laki-laki yang bertanya kepada beliau mengenai tindakannya menggauli budak perempuannya, sementara dia tidak mengingin¬kan budak perempuannya hamil. Rasulullah Saw bersabda kepa¬danya: “Lakukanlah ‘azl padanya jika kamu suka!” [HR. Ahmad, Muslim, dan Abu Dawud]. Namun demikian, dibolehkan melakukan aborsi baik pada tahap penciptaan janin, ataupun setelah peniupan ruh padanya, jika dokter yang terpercaya menetapkan bahwa keberadaan janin dalam perut ibu akan mengakibatkan kematian ibu dan janinnya sekaligus. Dalam kondisi seperti ini, dibolehkan melakukan aborsi dan mengupayakan penyelamatan kehidupan jiwa ibu. Menyelamatkan kehidupan adalah sesuatu yang diserukan oleh ajaran Islam, sesuai firman Allah SWT:

      “Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (Qs. al-Maa’idah [5]: 32). Di samping itu aborsi dalam kondisi seperti ini termasuk pula upaya pengobatan. Sedangkan Rasulullah Saw telah memerintahkan umatnya untuk berobat. Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia ciptakan pula obatnya. Maka berobatlah kalian!” [HR. Ahmad]. Kaidah fiqih dalam masalah ini menyebutkan:

      “Idza ta’aradha mafsadatani ru’iya a’zhamuha dhararan birtikabi akhaffihima”

      “Jika berkumpul dua madharat (bahaya) dalam satu hukum, maka dipilih yang lebih ringan madharatnya.” (Abdul Hamid Hakim, 1927, Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al Qawa’id Al Fiqhiyah, halaman 35). Berdasarkan kaidah ini, seorang wanita dibolehkan menggugurkan kandungannya jika keberadaan kandungan itu akan mengancam hidupnya, meskipun ini berarti membunuh janinnya. Memang mengggugurkan kandungan adalah suatu mafsadat. Begitu pula hilangnya nyawa sang ibu jika tetap mempertahankan kandungannya juga suatu mafsadat. Namun tak syak lagi bahwa menggugurkan kandungan janin itu lebih ringan madharatnya daripada menghilangkan nyawa ibunya, atau membiarkan kehidupan ibunya terancam dengan keberadaan janin tersebut (Dr. Abdurrahman Al Baghdadi, 1998). Pendapat yang menyatakan bahwa aborsi diharamkan sejak pertemuan sel telur dengan sel sperma dengan alasan karena sudah ada kehidupan pada kandungan, adalah pendapat yang tidak kuat. Sebab kehidupan sebenarnya tidak hanya wujud setelah pertemuan sel telur dengan sel sperma, tetapi bahkan dalam sel sperma itu sendiri sudah ada kehidupan, begitu pula dalam sel telur, meski kedua sel itu belum bertemu. Kehidupan (al hayah) menurut Ghanim Abduh dalam kitabnya Naqdh Al Isytirakiyah Al Marksiyah (1963) halaman 85 adalah “sesuatu yang ada pada organisme hidup.” (asy syai` al qa`im fi al ka`in al hayyi). Ciri-ciri adanya kehidupan adalah adanya pertumbuhan, gerak, iritabilita, membutuhkan nutrisi, perkembangbiakan, dan sebagainya. Dengan pengertian kehidupan ini, maka dalam sel telur dan sel sperma (yang masih baik, belum rusak) sebenarnya sudah terdapat kehidupan, sebab jika dalam sel sperma dan sel telur tidak ada kehidupan, niscaya tidak akan dapat terjadi pembuahan sel telur oleh sel sperma. Jadi, kehidupan (al hayah) sebenarnya terdapat dalam sel telur dan sel sperma sebelum terjadinya pembuahan, bukan hanya ada setelah pembuahan. Berdasarkan penjelasan ini, maka pendapat yang mengharamkan aborsi setelah pertemuan sel telur dan sel sperma dengan alasan sudah adanya kehidupan, adalah pendapat yang lemah, sebab tidak didasarkan pada pemahaman fakta yang tepat akan pengertian kehidupan (al hayah). Pendapat tersebut secara implisit menyatakan bahwa sebelum terjadinya pertemuan sel telur dan sel sperma, berarti tidak ada kehidupan pada sel telur dan sel sperma. Padahal faktanya tidak demikian. Andaikata katakanlah pendapat itu diterima, niscaya segala sesuatu aktivitas yang menghilangkan kehidupan adalah haram, termasuk ‘azl. Sebab dalam aktivitas ‘azl terdapat upaya untuk mencegah terjadinya kehidupan, yaitu maksudnya kehidupan pada sel sperma dan sel telur (sebelum bertemu). Padahal ‘azl telah dibolehkan oleh Rasulullah Saw. Dengan kata lain, pendapat yang menyatakan haramnya aborsi setelah pertemuan sel telur dan sel sperma dengan alasan sudah adanya kehidupan, akan bertentangan dengan hadits-hadits yang membolehkan ‘azl.

     Referensi

1.     Abduh,Ghanim,1963.Naqdh Al Isytirakiyah Al Marksiyah,t.p.,t.tp
2.     Al Baghdadi, Abdurrahman. 1998. Emansipasi Adakah Dalam Islam. Jakarta: Gema Insani Press.
3.     Hakim, Abdul Hamid.1927. Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al Qawa’id Al Fiqhiyah. Jakarta:  Sa’adiyah Putera.
4.     Hasan, M. Ali. 1995. Masail Fiqhiyah Al Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
5.     Mahjuddin. 1990. Masailul Fiqhiyah Berbagai Kasus Yang Yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini. Jakarta: Kalam Mulia.
6.     Uman, Cholil. 1994. Agama Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad Modern. Surabaya: Ampel Suci.
7.     Zallum, Abdul Qadim. 1998. Beberapa Problem Kontemporer Dalam Pandangan Islam : Kloning, Transplantasi Organ, Abortus, Bayi Tabung, Penggunaan Organ Tubuh Buatan, Definisi Hidup dan Mati. Bangil: Al-Izzah.
8.     Zuhdi, Masjfuk. 1993. Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam. Jakarta: Haji Masagung.